Anak Bukan Wujud Obsesi Orang Tua

Setiap orang tua pasti menginginkan kesuksesan dan keberhasilan bagi anaknya. segala daya dan upaya dilakukan demi kebahagiaan mereka. Apapun pasti yang terbaik yang akan kita berikan kepada buah hati. 

               source image Idreamradio.id

Harapan kita besar terhadap anak kita. Harapan akan kesuksesan yang gemilang bagi anak kita kelak. Dan saya yakin tidak ada orang tua yang ingin melihat anaknya lebih "susah"  atau "rendah" dibandingkan dirinya. Betul nggak?

Orang tua selalu berusaha memastikan agar anaknya tidak salah jalan dalam menapaki hidup dan meraih cita-cita. Orang tua sering berfikir bahwa "kesalahan" yang pernah dilakukannya atau yang pernah terjadi pada dirinya, jangan sampai terulang lagi pada anak nya. Tak jarang karena takut anaknya salah langkah, orang tua cenderung memaksakan kehendaknya. 

Banyak orang tua berfikir bahwa apa yang di lakukannya itu, sudah pasti baik bagi anaknya. Namun disaat yang sama mereka melupakan dan mengabaikan keinginan dan minat si anak itu sendiri.
tak jarang kita mendengar hal-hal ini dalam obrolan kita sehari-hari

"Lah.. anak gue ya, terserah gue dong mau gue apain!"

"Saya tau yang terbaik buat anak saya!

"Nak.. kamu harus jadi dokter yaa, karena di keluarga kita belum ada yang jadi dokter"

"Ayah sukses karena begini..., kamu juga harus seperti Ayah kalo mau sukses..!"

Sebenarnya menceritakan pengalaman dan meminta anak untuk menjadi "seseorang" itu gak salah kok... Malah kewajiban kita sebagai orang tua untuk mengarahkan anak pada hal yang baik dan bermanfaat. 

Namun terkadang karena kita merasa diri lebih berpengalaman dan memiliki andil besar dalam kehidupan hidup anak, kita merasa paling tahu akan kemauan dan keinginan sang anak. Tak jarang orang tua malah menjadi terobsesi dengan keinginannya sendiri.

yang paling gak enak nya lagi.. anak menjadi ajang "balas dendam" terhadap masa lalu orang tuanya. 

Pembelajaran dari Drakor "Sky Castle"


Bagi yang pernah nonton drakor "Sky Castle" pasti tau banget gimana mati matian seorang ibu mencarikan guru pembimbing bagi anaknya agar bisa menjadi lulusan terbaik di SMA nya dan bisa masuk di kedokteran universitas bergengsi. Mereka berlomba-lomba untuk menjadi yang paling berhasil dalam menyiapkan anaknya agar dapat lulus di univeritas bergengsi itu. Semua itu dilakukan karena keinginan orang tua agar anaknya meneruskan trah keluarga sebagai keluarga dokter lulusan dari universitas terbaik. Dan orang tua nya menjadi sanjungan para penghuni kompleks "Sky Castle".

Obsesi Orang Tua Membuat Mereka Lupa Memahami Keinginan Serta Perasaan Anak

Sedangkan di episode lain, diceritakan ada seorang ayah terobsesi agar anaknya menjadi dokter hebat karena sang ayah dulu tidak berhasil menjadi seorang dokter. Saking ingin anaknya masuk ke fakultas kedokteran, sampai- sampai sang ayah mengatur jadwal anaknya  dengan waktu belajar yang sangat padat dan ketat. Waktu belajar yang dipenuhi dengan ancaman dan pukulan ketika sang anak tidak berhasil menjawab contoh soal ujian yang didapat ayahnya dari seorang guru pembimbing yang terkenal. 

Semua dilakukan demi status sosial dan obsesi orang tua. Segala cara dilakukan oleh orang tua tanpa mau memikirkan dan mendengarkan perasaan serta keinginan anak bahkan sampai mengorbankan orang lain.
 
Apa anaknya bahagia dan berhasil? Tentu Tidak!  malah anaknya menjadi depresi, orang tua stress dan keluarganya berantakan. 

Di akhir cerita.. Disadarilah oleh para orang tua bahwa kebahagiaan dan kesuksesan anak bukanlah melulu soal status sosial dan menjadi wujud obsesi orang tuanya.
Namun soal bagaimana orang tua memberikan ruang bagi anak untuk bebas menentukan masa depannya sendiri serta mendapatkan kasih sayang yang tulus tanpa dibebankan dengan "obsesi" berlebihan dari orang tuanya.
Orang Tua Pun Pernah Menjadi Seorang Anak

sebagai orang tua tentunya kita juga pernah menjadi seorang anak. Kita pernah punya mimpi dan cita-cita yang kita pupuk sampai akhirnya mungkin pupus karena "harus" menuruti keinginan orang tua tanpa diberi kesempatan untuk mengutarakan minat dan harapan kita.  

Dalam hal ini pupus karena paksaan dan obsesi orang tua. Beda soal ketika kita dewasa memilih mengikuti keinginan orang tua karena ingin berbakti kepada orang tua atau memang ternyata kita menyadari bahwa paksaan itu membuat kita menemukan passion kita atau sesuai dengan kata hati kita. 

Apa perasaan kita ketika paksaan tanpa diberi ruang untuk mengutarakan keinginan itu terjadi pada kita? tentunya kita kecewa, marah dan demotivasi.  Kita cenderung akan melakukan hal-hal lain yang kadang  merugikan diri sendiri sebagai wujud protes kepada orang tua. 

Kebahagiaan Anak Diabaikan Hanya Demi Obsesi dan Status Sosial Orang Tua

Jadi inget lagi drakor " sky castle" dimana tokoh "Park Young Jae" seorang anak yang berhasil menjadi lulusan terbaik di SMA nya dan masuk di fakultas kedokteran universitas bergengsi. Keluarganya pun menjadi idola bagi keluarga lain yang tinggal di permukiman elit dan mewah " Sky Castle". Mereka menganggap ibunya berhasil mendidik anaknya. 

Namun semua itu berubah, saat hari pertama Young Jae masuk kuliah. Bukan pergi ke kampus,  Young Jae malah pergi dari rumah dan meninggalkan surat yang berisi (aku summary kan ya..hehee) 

 "Ibu.. aku sudah menjadi apa yang ibu inginkan dan impikan". " Aku lelah dengan ibu dan ayah yang hanya bisa memaksakan kehendak, hanya untuk mendapatkan pujian dari semua orang dan menyombong, tanpa memikirkan perasaan ku!". Sekarang saatnya aku pergi untuk menggapai keinginan ku sendiri yang selama ini tidak pernah ibu pedulikan!". "Selamat tinggal dan jangan cari aku!". 

Singkat cerita.. Ibunya merasa sangat bersalah dan merasa gagal dalam membahagiakan anaknya. Saking merasa bersalah dengan Young Jae, sang ibu memutuskan untuk bunuh diri dengan cara menembakkan pistol ke dalam mulutnya. 

ya mungkin itu gambaran ekstrem yaa. namun pelajaran yang bisa kita ambil adalah betapa ketika kita hanya mengejar obsesi kita sendiri, kadang kita malah melupakan hal yang paling penting dalam hidup kita yaitu kebahagiaan anak kita sendiri. 

Kebahagiaan Anak Bukan Melulu Soal Status Maupun Materi

Kebahagiaan anak bukan terletak pada materi atau jabatan apa yang dia capai, kebahagiaan itu terletak dari dukungan dan doa dari orang tua yang tulus mencintainya dan memahami kelebihan dan kekuranggan tanpa harus menjadikannya sebagai obsesi masa lalu orang tua.

ingatlah anak adalah amanah yang dititipkan Allah SWT kepada kita. Orang tua diberikan "titipan" berupa anak bukanlah tanpa tujuan, namun Allah mempercayakan kita untuk membentuk anak kita menjadi manusia yang beriman dan menebar banyak manfaat bagi lingkungannya. Anak sudah seharusnya kita bentuk sesuai dengan keinginan pencipta nya, bukan kita yang hanya diamanahi.  

bukankah tidak ada ruginya ketika anak kita tidak tumbuh atau tidak menjadi seperti obsesi masa lalu kita? karena ketika kita berhasil mendidik anak  dengan menjadikannya seorang yang beriman dan berakhlak baik  serta membawa kebaikan bagi lingkungan sekitarnya, maka Allah SWT akan memberi ganjaran pahala yang terus mengalir walaupun kita telah meninggalkan dunia ini.

Anak mu adalah bagian dari dirimu, anak bukanlah benda mati yang tidak punya impian dan keinginan. Anak adalah sosok manusia yang memiliki kebebasan dalam menentukan masa depannya. 
Anak bukan lah wujud dari obsesi mu yang tak sampai di masa lalu. 
Tulisan ini bukan untuk menghakimi cara mendidik orang tua, namun untuk memotivasi saya agar bisa berdamai dengan keinginan dan obsesi masa lalu, karena saya menyadari bahwa yang paling penting bagi orang tua adalah melihat anaknya tumbuh bahagia dan sejahtera.

Yuk... saling berbagi cerita..☺☺


 











5 komentar

  1. makasih sharingnya, sangat setuju dengan tulisan di atas

    BalasHapus
  2. Such an inspiring post mba!๐Ÿ˜
    Sebetulnya saya pribadi sering ngerasa "kok dibebankan tanggungjawab yg berat sekali ya" karena harus jd anak yg begini begitu, setelah dipikir-pikir, orangtua selama ini justru gak menuntut anak-anaknya untuk bisa menjadi anu dan anu. Apa yg saya mau didukung, yg penting pesan beliau saya jadi "orang". Gak sekadar jd orang, dan tetap berpegang teguh pada agama.

    Saya nggak bisa membayangkan rasanya kalau dipush seberat apa yg diperlihatkan di drama Sky Castle๐Ÿคฆ๐Ÿป‍♀️. Pada dasarnya saya percaya semua orangtua, (yg memang benar2 orangtua) ingin anaknya menjadi lebih baik dari mereka. Semata-mata agar kita sbg anak nggak merasakan kesulitan yg pernah mereka lalui. Hanya saja caranya memang beda-beda, ada yg membebaskan lg ke anak-anaknya, ada yg otoriter. Tapi bagaimanapun, semoga pengetahuan mengenai kesehatan mental anak yg dijadikan obsesi oleh orangtua bisa dinormalisasi agar nggak terjadi hal serupa, apalagi kalau sampai mengakibatkan tingginya jumlah anak yg bunuh diri seperti di negara lain.

    Akhir kata, salam kenal ya mba๐Ÿ˜Š

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam kenal juga mba .. :) terima kasih sudah mau berbagi cerita di blog ku. iya mba habis nonton drakor itu, aku berusaha untuk berbenah diri dan berdamai dengan diri sendiri, khawatir nanti terjebak sama obsesi sendiri dan pada akhirnya malah bikin anak gak happy.

      Hapus
  3. Jujur saja. Sebagai orangtua, aku masih belum yakin akan bisa mengikuti kemauan anak (nanti saat udah ABG). Meskipun tidak dikendalikan obsesi, kayaknya nanti aku mostly bakal takes control deh, karena kuatir anak mengambil pilihan yang salah.
    Tapi balik lagi, orangtua tidak selalu benar. Orangtua juga manusia, banyak salahnya.
    Hai. Salam kenal dari akuh, Muna Fitria a.k.a. mamahfaza.

    BalasHapus