Apa tujuan hidup saya?

sebenarnya saya tidak tau dan tidak paham mau menulis apa. Pikiran saya seperti tidak fokus dan tidak jelas arahnya kemana. 
saat ini saya sedang dirumah tatkala orang lain bekerja. Saya psikosomatis kali yaa. Saya sering berfikir bahwa saya ini tidak punya apa-apa yang bisa saya banggakan dan bisa menjadi motivasi saya untuk menjadi lebih baik.

Saya sudah menikah dan memiliki satu anak yang lucu dan menggemaskan. Suami yang berfikiran terbuka, maju dan bijak dan mencintai saya tulus dan selalu mengajak saya untuk lebih baik dalam hal apapun.  tetapi saya bingung mengapa hal-hal tersebut tidak bisa menjadi motivasi saya untuk menjadi lebih baik? 

saya sendiri seorang karyawati swasta yang memulai karir sebagai management trainee di Perusahaan Multinasional dan menjadi lulusan dari salah satu universitas terbaik di Indonesia. saya bangga dengan hal itu. Saya dulu berfikir bahwa lulusan dari universitas terkemuka dan masuk diperusahaan multinasional melalui program prestisus seperti trainee itu sudah pasti akan menjadikan saya seorang yang memiliki jabatan tinggi, dihormati dan memiliki penghasilan yang fantastis. 

Namun pada kenyataannya setelah 10 tahun bekerja, karir saya begitu-begitu saja, tidak ada peningkatan sedangkan di sisi lain rekan-rekan saya yang menjadi trainee seperti saya dulu, karirnya melesat dan jabatannya pun sudah lebih tinggi dari saya.

saya sering sekali membandingkan diri saya dengan orang lain. saya dulu berfikir bahwa untuk menjadikan kita maju dan memiliki motivasi tinggi, kita boleh membandingkan diri kita dengan orang yang lebih tinggi dari kita bukan untuk menjadi iri, namun menjadi inspirasi. Ternyata saya salah dan kebablasan.

Tanpa sadar dengan saya selalu membandingkan diri saya dengan orang-orang sukses menurut saya, bukannya menjadi termotivasi atau terinspirasi malah saya menjadi minder dan merasa tidak ada gunanya diri saya ini.

Suami saya selalu menasehati saya untuk selalu bersyukur dan jangan terlalu sering melihat keatas. saya tau itu benar, namun betapa sulit untuk menjadikan itu didalam diri saya. betapa banyaknya dosa saya ini.

Dan entah kenapa hari ini saya merasa benar-benar menjadi orang yang tidak memiliki arti. 

kemarin saya sempat melihat ada rekan trainee saya (dia sudah resign) menjadi CEO sebuah start up yang memiliki ide konkrit dan dibutuhkan banyak orang. Waww.. saya salut sekali, namun di dalam diri saya, saya menjadi tambah minder.. kok gw gak bisa seperti dia ya. kayak gini niih yang saya cita-citakan sejak dari kuliah. Menjadi inisiator dalam suatu gerakan perubahan bangsa!!

Belum lagi saya juga sempat dibuat stress tatkala saya menngetahui salah satu junior saya di fakultas dulu  mendapatkan beasiswa penuh untuk melanjutkan study S2 nya di UK. Asliiii saya jadi kepikiran banget kok bisa yaa dapat beasisswa seperti itu. ini keinginan saya sejak SMA dulu dapat beasiswa dan kuliah S2 di luar Negeri!!!

Dan tau apa yang saya lakukan.. segera saya cari-cari link dan informasi Universitas di UK, Beasisswa S2 dan sampai pada titik saya mendaftarkan diri untuk mengikuti program short course persiapan S2 di luar negeri disalah satu lembaga bahasa asing. Saya sampai berfikir untuk resign dan ini membuat saya tidak fokus kerja. Saat itu saya tidak memikirkan bagaimana suami dan anak saya, bagaimana dengan pekerjaan saya dan bagaimana dengan hal lainnya. saya bilang keinginan saya ini ke suami. suami saya cuman diam dan menatap saya dalam-dalam dan berkata " apa sih yang ada dalam pikiran kamu? apa sih yang jadi tujuan kamu? apa karena kamu lihat temen kamu dapat beasiswa itu kamu jadi gini?" tanya suami saya seakan tidak paham jalan pikiran saya. Aslii saat itu saya merasa seperti orang bodoh dan benar-benar seperti orang yang tidak jelas!!

entah mengapa kalau saya melihat para pembicara di seminar dan orang-orang terkenal karena prestasinya, saya benar-benar menjadi minder dan merasa saya tidak bermanfaat sama sekali.

jujur saya lelah dengan diri saya sendiri. 

saya termasuk suka mendengarkan ceramah dan tertarik untuk belajar tentang agama. saya suka sekali mendengar ceramah yang menjelaskan tentang pentingnya menjaga keihklasan hati dalam beramal. saya menangis mendengar ceramah itu. Karena betapa dengan keikhlasan hati, sesorang yang hina dimata manusia dan rendah akhlaknya, bisa menjadi penguhuni surga hanya karena memberikan minum untuk seekor anjing yang kehausan!!

Saya selalu berusaha selalu bermuhasabah diri.  Saya sering melakukan sesuatu baik pekerjaan, belajar ataupun hal lainnya adalah dengan  tujuan untuk pemenuhan ego saya untuk menjadi pioneer dalam hal-hal positif dan tatkala saya tidak jadi pioneer dan tidak terlihat saya yang menginisiasi kegiatan tersebut.. saya jadi kecewaaaa... dan ini membuat saya lelahhhhh...!

dalam pekerjaan, saya selalu melihat diri saya yang karirnya stagnan dan merasa menjadi salah satu trainee yang gagal dan tidak produktif. Dalam urusan keluarga, saya menjadi ibu yang suka marah-marah kepada anak, menjadi istri yang suka mengeluh tentang penghasilan suami yang tidak naik-naik (padahal kebutuhan sudah tercukupi bahkan berlebih). Dalam hal sosial,  saya menjadi malas untuk sekedar membaca chat atau menyapa teman-teman kuliah dan sekolah di WAG, apabila diajak ketemuan selalu ada saja alasannya. saya lebih suka sendiri. Dalam hal ibadah, pun tidak lebih dari sekedar pemenuhan kewajiban bukan menjadikan ibadah sebagai pengobat hati dan pelipur lara. 

semua lini kehidupan saya mengapa terasa sangat buruk... dan ini membuat saya semakin down. Karena sebagai manusia saya ingin bermanfaat. Saya merasa bermanfaat itu dalam bentuk hal-hal besar dan bersifat masif. Namun saya lupakan hal-hal kecil tetapi konkrit dihadapan saya,dimana saya bisa lebih bermanfaat dan menjadi prioritas saya. Saya binguuuuuung dengan diri saya.

Apakah ini titik terendah dalam diri saya? walaupun semua kondisi ini baik-baik saja dan masih banyak orang yang jauh lebih susah dari saya. Betapa anehnya diri iniii... Saya harus bagaimana?

Saya amat sangat paham kita tidak boleh selalu melihat keatas, kita harus menapak jangan selalu melihat ke langit terus. Tetapi mengapa sulit sekali bagi saya untuk mengendalikan pikiran saya yang suka melihat keatas dan selalu bandingkan diri ini dengan orang lain. Padahal bisa jadi orang lain berfikir bahwa enak menjadi seperti saya.

jujur saya malu dan saya takut dengan kondisi saya ini. saya tidak ingin anak saya menjadi seperti saya seseorang yang tidak jelas tujuan hidupnya, sesorang yang hanya bisa mengeluh tentang diri namun tidak berusaha membangun arti diri. 

saya selalu membayangkan bahwa menjadi seorang manager atau direktur diperusahaan itu akan sangat menyenangkan hidupnya, fasilitas lengkap, gaji besar dan dihormati orang. Namun disisi lain saya sadar akan tanggung jawab dan pressure kerja yang sama besarnya juga dengan Jabatan dan gaji yang diperoleh. Dan tanggung jawab ini yang mungkin saya belum mampu.

saya selalu membayangkan bahwa menjadi seorang pembicara di seminar atau pun motivator itu.. pasti hidupnya enak, banyak ilmu, banyak teman dan dihargai orang serta finansial pun terjamin. Tapi saya tidak pernah berfokus bagaimana mereka bisa menjadi pembicara hebat dimana pasti telah melalui banyak halangan dan rintangan serta membutuhkan jerih payah dan mungkin pengorbanan yang sangat besar. 

saya selalu berfikir ingin menjadi pengusaha saja, biar saya kerja santai, pemasukan besar dan tidak disuruh-suruh orang alias mengalami dimarahin bos, tidak dihargai orang dan dianggap kecil oleh orang lain. Tetapi saya tidak berfikir bahwa menjadi pengusaha belum tentu lebih santai, bisa saja biasanya orang kantor 8 jam, pengusaha bisa bekerja hampir 24 jam. Pengusaha tidak mengalami dimarahin atasan, justru pengusaha juga bisa di komplain dan dimaki-maki oleh pelanggan ataupun rekan bisnis. Dan kalau karyawan gajian bulanan sudah jelas tiap bulan akan mendapatkan gaji sedangkan kalau pengusaha justru yang harus mikirin gaji karyawan tiap bulannya. 

Apakah saya menjadi tidak bahagia ditengah berkecukupannya hidup saya ini adalah karena buruknya kualitas ibadah saya? sehingga hati ini tidak bisa ikhlas? saya masih terusik dengan kehidupan orang lain yang tampak bahagia dan makmur dimata saya.

saya seperti sesorang yang sedang meraba-raba tujuan hidup saya. saya seperti seorang remaja yang sedang mencari jati diri padahal usia saya sudah kepala 3. Buseetttt mau jadi apaa gw ini? usia setua ini masih bertanya tujuan hidup saya!

kadang saya mencoba memahami bahwa esensi kehidupan ini adalah mempersiapkan kehidupan yang lebih kekal nantinya... tapi itu hanya dimulut saya saja. dalam diri dan hati sayaa beluuum memikirkan itu, masih naik turun. buktinya hari ini saya masih merasa galau dan tidak punya arti ketika melihat teman kerja saya sudah menjadi pebisnis sukses....!


SYUKUR + IKHLAS = BAHAGIA


Itu rumus diatas mudah untuk dituliskan, tetapi sulit sekali untuk dilakukan. saya masih jauh dari rumus itu. saya tidak bersyukur, saya tidak ikhlas walhasil saya merasa tidak bahagia dan tidak punya arti.

saya harus bagaimana? apa yang mesti saya perbuat? 

saya sering baca buku motivasi, googling " bagaimana menjadi orang yang bersyukur" tetapi ketika muncul cobaan tetap saja gagal. buku-buku yang dibaca juga percuma. tidak ada nyangkutnya sama sekali. kalau disuruh cerita isi tulisan atau buku itu, pinter banget. ...tapi nol dalam hal aplikasinya.

saya menulis ini untuk terapi diri saya sendiri, self healing. saya takut jadi orang stress karena diri yang tidak mampu mengendalikan pikiran dan mengendalikan hati sendiri. 

saya takut ketika waktu hidup saya habis... saya masih seperti ini. Naudzubillah !!


Suatu tempat,
18 Juni 2020









0 komentar